Beton Cor

Cara Bangunan Tahan Gempa

Cara Bangunan Tahan Gempa Sebagian besar wilayah Indonesia terletak wilayah dengan tingkat risiko gempa menengah-tinggi hingga tinggi. Ketika pada tahun 2018 saja telah terjadi rentetan gempa bumi yang merusak yaitu Lombok. Yaitu pada bulan Juli dan Agustus 2018 dengan kekuatan hingga 7 Mw, dan kabupatenn Palu, Sulawesi. Pada bulan September 2018 dengan kekuatan 7,4 Mw.

Gempa bumi ini telah menyebabkan runtuhnya berbagai sarana dan prasarana fisik—seperti tempat tinggal, gedung sekolah, rumah ibadah, dan puskesmas. Sebagaimana rumah sakit—serta memakan korban jiwa dan kerugian material yang sangat besar.

Cek Harga Precast Terbaru

Struktur Bangunan

Oleh karena itu, setiap struktur bangunan Indonesia harus tahan gempa, terutama yang terletak daerah dengan tingkat risiko gempa sedang hingga tinggi, sehingga jika terjadi gempa, struktur bangunan tersebut dapat bertahan dan melindungi penghuninya. Secara umum, kerusakan struktur bangunan akibat gempa menyebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:

  1. Sistem bangunan yang menggunakan tidak sesuai dengan tingkat resiko gempa
  2. Komponen struktur dan detail perkuatan tidak merancang dengan baik
  3. Kualitas material dan pelaksanaan konstruksi tidak baik
  4. Pengawasan dan pengendalian kualitas selama konstruksi tidak melaksanakan dengan baik

Ikuti Regulasi

Peraturan perencanaan struktur tahan gempa untuk bangunan gedung dan non bangunan, SNI 1726 telah mengalami beberapa kali revisi seiring dengan bertambahnya data gempa dan kemajuan dalam analisis dan desain.

Regulasi gempa harus menjadikan acuan dalam perencanaan, bersama dengan regulasi lainnya, seperti Persyaratan Kode Bangunan untuk Struktur Beton (SNI 2847-2013) dan Ketentuan Seismik untuk Struktur Baja (SNI 7860-2015). Jika melaksanakan secara konsisten, keruntuhan struktur bangunan yang fatal dapat mencegah jika terjadi gempa kuat.

Desain Untuk Beban

Bangunan harus merancang untuk menahan beban gempa 2.500 tahunan, sesuai dengan SNI Gempa. Tingkat gempa rencana (DE) adalah dua pertiga dari tingkat gempa maksimum (MCER). Pada prinsipnya, struktur bangunan tahan gempa dapat merancang terhadap beban gempa yang mereduksi oleh faktor modifikasi respon struktur (R-factor), yang merupakan representasi dari tingkat daktilitas yang memmiliki oleh struktur tersebut.

Dengan penerapan konsep ini, memilih elemen struktur bangunan yang bersifat daktail dan tidak mudah runtuh yang membiarkan mengalami plastifikasi (kerusakan) sebagai sarana untuk meredam energi gempa yang menerima oleh struktur. Elemen struktur lainnya yang memperkirakan tidak akan mengalami kerusakan harus tetap elastis saat terjadi gempa.

Elemen Struktur

Hirarki atau urutan plastifikasi pada elemen struktur harus merancang menggunakan konsep desain kapasitas. Tidak semua elemen struktur membuat sama kuatnya terhadap gaya dalam yang membutuhkan. Tetapi ada elemen atau bagian struktur pada struktur yang membuat lebih lemah dari yang lain. Hal ini melakukan agar hanya elemen atau bagian struktur ini saja yang mengalami kerusakan akibat beban gempa desain.

Untuk memastikan plastifikasi hanya terjadi pada elemen struktur terpilih. Maka elemen struktur yang mengharapkan tetap elastis pada saat terjadi gempa kuat harus mendesain lebih kuat. Sedari elemen struktur terpilih dengan penerapan faktor kekuatan lebih.

Detail Penulangan

Untuk menjamin agar struktur bangunan tidak runtuh jika terjadi gempa MCER. Maka elemen struktur yang memperkirakan akan mengalami kerusakan harus memberikan detail penulangan yang tepat dan memadai, sehingga perilakunya tetap stabil meskipun telah mengalami deformasi inelastis yang besar. Ketentuan detail yang mengatur dalam UU Beton Indonesia Pasal 21.1 untuk struktur beton bertulang pada dasarnya membedakan berdasarkan tingkat resiko gempa pada daerah saat struktur tersebut berada. Semakin tinggi risiko kegempaan pada suatu area, semakin ketat persyaratan detail untuk elemen struktur.

Kerusakan Bangunan

Oleh karena itu, kerusakan bangunan akibat gempa pada dasarnya tidak dapat menghindari. Namun, kerusakan tersebut dapat mengendalikan sesuai dengan tujuan yang menginginkan. Berdasarkan rekomendasi Structural Engineers Association of California (SEAOC) tahun 1997, kinerja struktur gedung. Pada saat gempa dapat membagi menjadi tiga kategori untuk menjamin keselamatan sesuai dengan fungsi dan kepentingan struktur, yaitu:

  1. Kategori Tujuan Dasar: untuk desain rumah dan gedung perkantoran, dll, yang mungkin rusak parah. Tetapi tidak mungkin roboh oleh gempa bumi yang kuat.
  2. Kategori Objektif Esensial atau Berbahaya: untuk sekolah, rumah sakit, pusat kesehatan, tempat penampungan darurat. Kantor pemadam kebakaran dan polisi serta pabrik kimia, yang mungkin rusak ringan hingga sedang akibat gempa bumi yang kuat.
  3. Kategori Tujuan Kritis Keselamatan: untuk reaktor nuklir atau gudang senjata yang harus tetap beroperasi penuh meskipun terjadi gempa bumi yang kuat.

Gunakan Bahan Yang Tepat

Karakteristik material beton dan baja tulangan untuk struktur beton bertulang tahan gempa akan sangat mempengaruhi perilaku plastifikasi struktur yang menghasilkan. Salah satu parameter material beton yang paling berpengaruh dalam hal ini adalah nilai kuat tekan.

Berdasarkan Undang-undang Beton Indonesia Pasal  21.1.4.2, kuat tekan (fc’) untuk bahan beton yang menggunakan pada struktur bangunan tahan gempa. Setidaknya boleh kurang dari 21 MPa. Dengan kekuatan sebesar itu, bangunan akan memiliki ketahanan yang baik, dan kinerjanya tidak akan mudah berubah seiring bertambahnya usia bangunan.

Baja Tulangan

Untuk baja tulangan, kondisi permukaan baja merupakan salah satu parameter yang paling berpengaruh terhadap perilaku plastifikasi. Baja tulangan dapat membagi menjadi dua jenis: tulangan polos dan tulangan cacat. Peraturan Beton Indonesia saat ini membatasi penggunaan tulangan polos hanya untuk tulangan spiral.

Kode Beton Indonesia membatasi nilai kekuatan luluh yang menentukan untuk bahan baja tulangan tidak lebih dari 400 MPa. Penggunaan bahan baja tulangan dengan kekuatan yang lebih tinggi. Dapat menyebabkan permintaan ikatan yang lebih tinggi antara baja tulangan dan beton.  Dengan dapat menghasilkan kegagalan getas ketika elemen struktur mengembangkan kapasitas lentur maksimumnya.

Overstrength Factor

Parameter lainnya adalah nilai overstrength factor. Nilai faktor kekuatan lebih dari bahan baja tulangan merupakan perbandingan antara kekuatan luluh aktual. Kemudian kekuatan luluh yang menentukan. Nilai parameter ini harus membatasi dan tidak boleh berlebihan. Parameter kekuatan lebih memperlukan untuk elemen struktur yang merancang berdasarkan konsep desain kapasitas dan menggunakan untuk mendesain elemen struktur yang mengharapkan tetap elastis ketika plastifikasi terbentuk pada elemen struktur yang langsung melekat padanya.

Prinsip yang sama juga menerapkan pada perencanaan sambungan balok-kolom, yang menurut Kode Beton Indonesia harus memenuhi prinsip `kolom kuat – balok lemah’. Dengan demikian, elemen kolom yang membingkai pada sambungan balok-kolom harus mempunyai kuat lentur 1,2 kali lebih besar dari kuat lentur elemen balok yang merangkai pada sambungan yang sama.

Rekomendasi

​​Contoh kerusakan struktur bangunan beton bertulang akibat gempa pada umumnya menunjukkan bahwa kerusakan tersebut menyebabkan oleh aspek desain dan konstruksi yang kurang memadai. Pada aspek desain, masih banyak persyaratan detailing seismik untuk elemen struktur yang belum terpenuhi. Selain itu, kualitas material yang tidak memadai dan konstruksi yang tidak tepat juga mempengaruhi kinerja bangunan saat terjadi gempa.

Konstruksi Kinerja Bangunan

Berikut adalah beberapa rekomendasi yang perlu memperhatikan untuk mencegah atau meminimalkan kerusakan:

  • Pelaksanaan sistem struktur harus sesuai dengan tingkat resiko gempa pada daerah saat struktur bangunan tersebut berada.
  • Aspek kesinambungan dan keutuhan struktur bangunan perlu memperhatikan; dalam perincian tulangan dan sambungan, elemen struktur bangunan harus mengikat bersama secara efektif untuk meningkatkan integritas struktural secara keseluruhan.
  • Konsistensi antara sistem struktur yang mengembangkan dalam rancangan dengan yang menerapkan dalam konstruksi harus menjaga.
  • Material beton dan baja tulangan yang menggunakan harus memenuhi persyaratan material konstruksi untuk struktur bangunan tahan gempa.

Sistem Struktur Utama

  • Elemen arsitektur yang memiliki massa besar harus terikat kuat pada sistem struktur utama dan harus memperhitungkan dalam perancangan sistem struktur utama.
  • Metode pelaksanaan, sistem kendali mutu dan penjaminan mutu pada tahap konstruksi harus melaksanakan dengan baik, sesuai dengan aturan yang berlaku.
  • Masalah keterampilan pekerja, prosedur aplikasi, penggunaan bahan konstruksi yang tepat, sistem kontrol kualitas dan jaminan kualitas pada tahap konstruksi perlu mengelola dengan baik untuk menghindari kegagalan dalam desain struktur yang baik.
  • Keterampilan pekerja dan pengawas untuk kegiatan konstruksi perlu meningkatkan melalui program sosialisasi. Sealian itu pelatihan untuk memastikan perencanaan dan pelaksanaan peraturan yang tepat.
  • Pemerintah pusat dan daerah harus mengembangkan kebijakan untuk memperbaiki sistem perizinan dan pengawasan konstruksi bangunan tahan gempa. Selain itu, memerlukan kebijakan yang tegas untuk rehabilitasi struktur bangunan pascagempa, baik untuk tindakan jangka pendek maupun jangka panjang. Kebijakan ini nantinya dapat menjadikan acuan dalam memperbaiki. Bis juga memperkuat serta merekonstruksi struktur bangunan yang rusak atau tidak rusak pasca gempa.